Sejumlah warga perempuan Sudan yang ikut serta dalam unjuk rasa beberapa waktu lalu dilaporkan diperkosa oleh aparat. Menurut kesaksian, pel...
Sejumlah warga perempuan Sudan yang ikut serta dalam unjuk rasa beberapa waktu lalu dilaporkan diperkosa oleh aparat. Menurut kesaksian, pelakunya diduga adalah anggota paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
Seperti dilansir The Guardian, Kamis (13/6), RSF diduga telah melakukan lebih dari 70 aksi pemerkosaan saat menyerang kamp pengunjuk rasa di Ibu Kota Khartoum pekan lalu.
Kasus ini dilaporkan oleh pihak kedokteran di beberapa rumah sakit di Sudan. Mereka mengaku menerima banyak pasien korban pemerkosaan.
Seorang dokter yang merupakan anggota kelompok pendukung reformasi melaporkan rumah sakit di Khartoum telah mencatat lebih dari 70 kasus pemerkosaan setelah penyerangan.
Sementara, seorang dokter dari rumah sakit Royal Care juga mengatakan pihaknya telah merawat delapan korban pemerkosaan, di antaranya lima pasien wanita dan tiga lelaki. Laporan lain datang dari rumah sakit di wilayah selatan Khartoum di mana pihaknya menerima dua kasus pemerkosaan, yang salah satu pasiennya merupakan korban penyerangan oleh anggota paramiliter RSF.
Beberapa saksi mata juga turut memberikan keterangan terkait kasus sejenis di media sosial mereka. Para ahli dan aktivis hak asasi manusia meyakini laporan kekerasan seksual tersebut dapat dipercaya.
Meski demikian, banyak dari korban lain yang belum mencari perawatan medis dengan alasan takut menerima pembalasan, merasa tidak aman, juga karena akses medis yang terbatas.
Asal mula RSF adalah milisi Janjawid yang dibentuk mantan Presiden Omar al-Bashir. Mereka diduga kuat melakukan kejahatan perang dalam konflik di Darfur pada 2003 sampai 2004.
Krisis yang menimpa Sudan mengakibatkan kerusuhan dan aksi demonstrasi yang terus berlanjut hingga Senin (10/6). Kericuhan itu diwarnai unjuk rasa pihak oposisi yang memaksa para pemimpin militer Sudan mengundurkan diri.
Sementara pemerintah junta militer mengerahkan pasukan RSF guna mengakhiri kericuhan yang terjadi. Lebih dari 100 warga tewas dan 700 lainnya terluka akibat insiden tersebut.
Selain itu, empat orang demonstran di dua kota berbeda juga ikut terbunuh dalam aksi kekerasan yang terjadi.
Para pemimpin militer Sudan menolak bertanggung jawab atas insiden yang terjadi. Mereka malah menyalahkan aksi demonstrasi yang diprakarsai oleh pihak oposisi serta menyebutnya sebagai ancaman besar bagi keamanan negara.
Perwakilan Dewan Militer, Letjen Jamaleddine Omar, menyatakan para pengunjuk rasa menutup jalan dan merampas hak orang lain.
Krisis Sudan sejak kudeta militer terhadap Presiden Omar al-Bashir pada April lalu tak kunjung berakhir. Penyebabnya adalah Dewan Militer menolak tuntutan oposisi agar segera menyerahkan kekuasaan ke tangan kelompok sipil. Nyatanya, para dewan malah melakukan pembagian kekuasaan transisi.
Kelompok pegiat yang tergabung dalam Asosiasi Profesional Sudan (SPA) yang telah mempelopori demo sejak Desember, mendorong warga untuk melanjutkan mogok nasional guna menekan pihak militer.
Pihaknya menghimbau seluruh rakyat Sudan untuk kembali menutup jalan, mendirikan penghalang, serta menghindari perseteruan dengan pasukan RSF. SPA juga berjanji akan melanjutkan "perlawanan damai" hingga dewan militer berhasil ditumbangkan.
"Solusinya adalah untuk melumpuhkan kehidupan disini," ujar pemimpin unjuk rasa tersebut.
Guna membatasi ruang gerak kelompok oposisi, Dewan Militer membatasi akses Internet dan komunikasi di Khartoum.
Seperti dilansir The Guardian, Kamis (13/6), RSF diduga telah melakukan lebih dari 70 aksi pemerkosaan saat menyerang kamp pengunjuk rasa di Ibu Kota Khartoum pekan lalu.
Kasus ini dilaporkan oleh pihak kedokteran di beberapa rumah sakit di Sudan. Mereka mengaku menerima banyak pasien korban pemerkosaan.
Seorang dokter yang merupakan anggota kelompok pendukung reformasi melaporkan rumah sakit di Khartoum telah mencatat lebih dari 70 kasus pemerkosaan setelah penyerangan.
Sementara, seorang dokter dari rumah sakit Royal Care juga mengatakan pihaknya telah merawat delapan korban pemerkosaan, di antaranya lima pasien wanita dan tiga lelaki. Laporan lain datang dari rumah sakit di wilayah selatan Khartoum di mana pihaknya menerima dua kasus pemerkosaan, yang salah satu pasiennya merupakan korban penyerangan oleh anggota paramiliter RSF.
Beberapa saksi mata juga turut memberikan keterangan terkait kasus sejenis di media sosial mereka. Para ahli dan aktivis hak asasi manusia meyakini laporan kekerasan seksual tersebut dapat dipercaya.
Meski demikian, banyak dari korban lain yang belum mencari perawatan medis dengan alasan takut menerima pembalasan, merasa tidak aman, juga karena akses medis yang terbatas.
Asal mula RSF adalah milisi Janjawid yang dibentuk mantan Presiden Omar al-Bashir. Mereka diduga kuat melakukan kejahatan perang dalam konflik di Darfur pada 2003 sampai 2004.
Krisis yang menimpa Sudan mengakibatkan kerusuhan dan aksi demonstrasi yang terus berlanjut hingga Senin (10/6). Kericuhan itu diwarnai unjuk rasa pihak oposisi yang memaksa para pemimpin militer Sudan mengundurkan diri.
Sementara pemerintah junta militer mengerahkan pasukan RSF guna mengakhiri kericuhan yang terjadi. Lebih dari 100 warga tewas dan 700 lainnya terluka akibat insiden tersebut.
Selain itu, empat orang demonstran di dua kota berbeda juga ikut terbunuh dalam aksi kekerasan yang terjadi.
Para pemimpin militer Sudan menolak bertanggung jawab atas insiden yang terjadi. Mereka malah menyalahkan aksi demonstrasi yang diprakarsai oleh pihak oposisi serta menyebutnya sebagai ancaman besar bagi keamanan negara.
Perwakilan Dewan Militer, Letjen Jamaleddine Omar, menyatakan para pengunjuk rasa menutup jalan dan merampas hak orang lain.
Krisis Sudan sejak kudeta militer terhadap Presiden Omar al-Bashir pada April lalu tak kunjung berakhir. Penyebabnya adalah Dewan Militer menolak tuntutan oposisi agar segera menyerahkan kekuasaan ke tangan kelompok sipil. Nyatanya, para dewan malah melakukan pembagian kekuasaan transisi.
Kelompok pegiat yang tergabung dalam Asosiasi Profesional Sudan (SPA) yang telah mempelopori demo sejak Desember, mendorong warga untuk melanjutkan mogok nasional guna menekan pihak militer.
Pihaknya menghimbau seluruh rakyat Sudan untuk kembali menutup jalan, mendirikan penghalang, serta menghindari perseteruan dengan pasukan RSF. SPA juga berjanji akan melanjutkan "perlawanan damai" hingga dewan militer berhasil ditumbangkan.
"Solusinya adalah untuk melumpuhkan kehidupan disini," ujar pemimpin unjuk rasa tersebut.
Guna membatasi ruang gerak kelompok oposisi, Dewan Militer membatasi akses Internet dan komunikasi di Khartoum.
Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : cnnindonesia.com
Sumber : cnnindonesia.com